Rabu, 18 November 2015

Kisah Pemuda dan Burung

     Alkisah ada seorang pemuda yang sedang kebingungan. Ia bingung karena tak kunjung menemukan burung yang tepat untuk dirinya. Ia juga merasa minder dan malu dengan teman-temannya, karena mereka sudah banyak menemukan burung, sedangkan ia belum. Sebenarnya ia sudah pernah memelihara beberapa burung yang ia anggap tepat. Namun ternyata ia salah, burung-burung yang pernah hinggap di rumahnya ternyata tak bisa bertahan lama. Entah karena ia yang salah dalam merawatnya, atau burung-burung itu hanya sekadar bermain saja di pekarangan rumahnya.
Sering ia merenung dan bertanya dalam hati, "Apa yang salah dengan diriku?" "Kenapa aku begitu sulit mendapat burung untuk aku rawat?"
Kadang ia juga heran, teman-temannya begitu mudah memperoleh burung yang mereka mau, sementara ia kebalikannya.
Akhirnya ia memutuskan untuk berhenti mencari setelah kegagalannya merawat burung terakhir. Ia lelah. "Aku butuh sendirian dan istirahat sejenak", begitu katanya.

     Setahun sudah berlalu sejak si pemuda memutuskan untuk beristirahat dalam pencariannya, dan sekarang ia mulai mencari lagi. Ia kembali masuk ke hutan tempat burung-burung hidup dan mulai mencari. Satu dua burung ia temui di perjalanan, namun ia belum menemukan yang pas. Sampai kemudian di setengah perjalanan ia melihat ada seekor burung tergeletak di dekat semak belukar. Burung itu tak sempurna, ada beberapa luka di tubuhnya. Bahkan sayapnya hampir patah, seolah ada seseorang yang sengaja mematahkannya. Awalnya ia kasihan pada burung tersebut. Tapi setelah ia melihat matanya, rasa kasihan itu berubah menjadi rasa nyaman. Ya, mata si burung menghipnotisnya. Dan ia tak bisa menemukan kata lain, selain nyaman. Akhirnya ia pun membawa burung itu pulang untuk dirawat.

     Dalam perjalanan pulang, si pemuda bertemu teman-temannya. Mereka heran melihat si pemuda keluar hutan dengan membawa seekor burung yang terluka. Karena dalam kebiasaan di negeri mereka, setiap orang yang keluar hutan pasti membawa burung yang sempurna untuk dirawat, bukan yang cacat seperti itu.
Salah satu dari mereka bertanya, "Kenapa kau membawa burung itu? Bukankah masih banyak burung yang lebih sempurna dan elok rupanya di dalam sana? Tak adakah yang memikat hatimu?"
Si pemuda menjawab, "Memang banyak burung yang lebih elok dan sempurna di dalam sana, tapi aku tidak suka mereka. Aku lebih suka dan nyaman untuk merawat burung ini."
Teman-temannya saling berpandangan dengan wajah heran mendengar jawaban si pemuda. Seolah sudah tau apa yang teman-temannya pikirkan, si pemuda hanya tersenyum dan kembali berjalan pulang.

     Namun tak lama berjalan, salah satu temannya itu berteriak, "Hey, aku masih punya satu pertanyaan lagi! Bagaimana jika nanti setelah burung itu sembuh dan tidak cacat lagi ada orang yang ingin membelinya? Atau mungkin ada yang ingin mencurinya darimu?"
Si pemuda berbalik dan setengah berteriak menjawab, "Aku tidak akan pernah menjualnya. Jika ada orang yang ingin mencurinya, dia harus membunuhku terlebih dahulu untuk mendapatkannya."
Temannya kembali bertanya, "Lalu, jika suatu saat burung itu merasa tak nyaman lagi denganmu, apakah kau masih akan mempertahankannya?"
Dengan tenang si pemuda menjawab, "Ya, aku akan menahannya dahulu dan mencoba cara lain untuk membuat dia tetap merasa nyaman denganku. Karena bisa saja dia bosan dengan caraku merawatnya. Tapi jika itu tak berhasil dan dia tetap tidak nyaman denganku,  mau tak mau aku harus melepasnya terbang bebas. Karena aku tak mau memaksa dia untuk terus hidup denganku karena keterpaksaan, sementara dia sendiri merasa terkekang."

(Tulisan ini terinspirasi dari film Air Mata Surga)